photo kepo terkini facebook banner_zpsgiec6was.png

Organisasi Terstruktur dalam Pertahanan dan Penyerangan Real Madrid


QQ2889 - Setelah menjuarai La Liga, Real Madrid mengincar gelar double dengan menjuarai Liga Champions di akhir pekan ini yang sekaligus akan menjadi gelar Liga Champions ke-12. Di final yang akan berlangsung di Stadion Millenium, Cardiff, Madrid akan menghadapi Juventus.

Madrid adalah kesebelasan dengan penyerangan terbaik di Liga Champions musim ini. Mereka berhasil mencetak 32 gol dengan rata-rata 19,6 tembakan per pertandingan. Kedua angka tersebut adalah angka terbaik di antara seluruh kesebelasan yang terlibat di Liga Champions 2016/2017.

Kemampuan menyeluruh dan keseimbangan dari semua pemain di atas lapangan menjadi kunci pada pertandingan nanti, di mana Real Madrid memiliki penyerangan terbaik sementara Juventus adalah pertahanan terbaik (hanya kebobolan tiga kali).

Bagaimana Real Madrid bisa melaju ke final dan rencana apa yang sudah Zinedine Zidane siapkan untuk menghadapi Juventus nanti?

Kekuatan: Organisasi dan Respons Taktik Zidane

Madrid adalah kesebelasan yang dipenuhi pemain bintang. Manajer mereka, Zidane, sejauh ini berhasil menguasai ruang ganti untuk menjadi pemimpin bagi para pemain bintang Real Madrid tersebut.

Secara taktikal, Zidane memiliki pendekatan yang lebih sederhana jika kita membandingkannya dengan Juventus. Formasi andalannya adalah 4-3-3 dengan dua pemain sayap, yaitu Gareth Bale dan Cristiano Ronaldo, yang menjadi fokus penyerangan mereka.

Namun kesederhanaan ini bisa bertransformasi karena respons-respons taktik Zidane selalu tepat. Respons ini bukan hanya ia tunjukkan ketika sedang menghadapi kesebelasan lawan, tapi juga ketika ia sedang mengalami masalah cedera para pemainnya.

Pada saat Bale cedera, ia memainkan formasi 4-3-1-2 (atau bisa juga dibaca 4-4-2 berlian) dengan Isco bermain sebagai gelandang serang, serta Ronaldo dan Karim Benzema sebagai ujung tombak.
Satu hal yang membuat Zidane bisa menguasai skuat penuh bintang Madrid ini adalah keberhasilannya membuat struktur organisasi yang kuat saat Madrid bertahan. Saat bertahan itu, Madrid bermain menekan bek tengah lawan.

Dengan tiga pemain di depan, baik saat memainkan formasi 4-3-3 maupun 4-3-1-2, mereka bisa menekan pertahanan lawan secara bergantian, bahkan sampai bek sayap lawan. Namun tidak seperti Juventus yang melakukan penjagaan pemain dalam menekan, Madrid lebih kepada memotong jalur operan lawan. Melalui pendekatan ini, Real Madrid berhasil mencatatkan 16,9 intersep per pertandingan di Liga Champions yang merupakan angka tertinggi musim ini.

Tekanan yang menghasilkan banyak perebutan bola (melalui intersep untuk kasus Madrid ini) biasanya membutuhkan agresivitas dari para pemain yang melakukan pressing tersebut. Ketika faktor stamina akan menjadi kunci karena sebuah kesebelasan tidak bisa menekan sepanjang pertandingan, Madrid bisa melakukannya dengan pendekatan kecerdasan pengambilan posisi untuk memotong bola alih-alih agresivitas.
Meskipun demikian, mereka memiliki gelandang bertahan yang agresif dalam diri Casemiro. Pemain asal Brasil ini menjadi kunci. Ia bermain di area di depan bek Real Madrid untuk menutup jalur operan lawan, melakukan pressing, yang pada akhirnya bertujuan untuk merebut bola.
 Madrid juga hampir selalu berusaha mencoba menekan lawan secara vertikal, yang membuat lapangan tengah menjadi penuh, sehingga memudahkan mereka dalam merebut penguasaan bola.
Ketika menyerang, Madrid akan melakukan sebaliknya dari ketika bertahan, yaitu mereka akan berusaha bermain selebar mungkin. Saat menyerang ini justru Toni Kroos yang berposisi lebih dalam, bukan Casemiro, untuk menyambungkan permainan dari para pemain belakang ke pemain depan.

Di saat tanggung jawab build-up permainan diberikan kepada Kroos, Luka Modric atau Isco yang berada di depannya akan bergerak melebar ataupun menuju kotak penalti. Sementara itu kedua full-back akan bergerak naik dan melebar, dan Ronaldo diberikan free role yang membuatnya bebas bergerak ke mana saja.

Akan tetapi, ketika Real Madrid memainkan 4-3-1-2 dengan Isco di posisi lubang, pergerakan Isco akan menjadi kunci. Ia akan bergerak diagonal, yaitu campuran antara pergerakan vertikal (naik atau turun) dan juga horizontal (ke kanan atau kiri) secara bersamaan. Hal ini akan berdampak sama seperti ketika Real Madrid memainkan pola dasar 4-3-3.

Tujuan dari permainan seperti ini adalah untuk membuat adanya dua pemain di wilayah sayap saat Real menyerang, dua pemain untuk menyambut umpan silang (salah satunya lebih berkonsentrasi kepada second ball), sementara satu full-back di sisi seberang akan naik menciptakan opsi untuk mengubah fokus sayap, baik secara sengaja maupun tidak sengaja (misalnya crossing terlalu kuat atau tidak ada yang menyambut sehingga sampai ke sisi seberangnya).
 Madrid adalah salah satu kesebelasan yang paling banyak memanfaatkan umpan silang, yaitu dengan rata-rata 23 umpan silang per pertandingan, yang merupakan angka terbanyak kedua di Liga Champions musim ini setelah Bayern Munich.

Kelemahan: Rentan Serangan Balik dan Situasi Bola Mati

Ketika Madrid terlalu berkonsentrasi menyerang, mereka kadang bisa hanya menyisakan empat pemain untuk bertahan, yaitu dua gelandang dan dua bek tengah. Di sini Casemiro menjadi kunci keseimbangan Real Madrid ketika salahsatu dari dua full-back terlambat turun.

Hal ini wajar karena Madrid memiliki Marcelo dan Daniel Carvajal sebagai full-back yang lebih terkenal karena kemampuan penyerangan mereka dibandingkan karena kemampuan bertahan mereka.
 Caravajal sendiri diragukan untuk tampil. Jika Carvajal absen, posisinya sebagai full-back kanan akan digantikan oleh Danilo.

Ketika situasi full-back yang terlalu naik ini terjadi, Casemiro akan turun meng-cover salah satu posisi full-back yang ditinggalkan. Sementara Isco, Modrić, atau Bale (jika bermain) akan turun ke wilayah tengah, sehingga akan menciptakan bentuk 4-4-2 sejajar atau 4-1-4-1 saat bertahan.

Akan tetapi, situasi ini lebih seringnya bisa dimanfaatkan oleh lawan. Apalagi jika Casemiro yang bertipikal bermain keras sudah mengantongi kartu kuning, maka ia akan bermain lebih berhati-hati untuk merebut bola. Kelemahan ini tentunya bisa dihindari jika kedua bek sayap lebih berhati-hati untuk tidak terlalu bergerak naik.

Selain soal bek sayap, kelemahan yang bisa dieksploitasi dari Real Madrid adalah saat menghadapi situasi umpan silang, set-piece, atau kombinasi di antara keduanya. Sama seperti Juventus, mereka juga sudah kebobolan tiga kali dari set-piece di Liga Champions musim ini.

Due bek tengah Madrid yang biasanya diisi oleh Sergio Ramos dan Raphael Varane berpotensi kerepotan ketika menghadapi bola udara apalagi jika bola dikirimkan dari sisi lapangan ke sisi yang lain (bukan langsung ke mulut gawang).

Sepanjang Liga Champions musim ini, Madrid mencatatkan 8,9 kekalahan duel udara per pertandingan dari rata-rata 17 umpan silang yang menghujani kotak penalti mereka per pertandingan. Agak ironis mengingat umpan silang adalah kekuatan utama mereka, tapi malah menjadi salah satu titik lemah mereka juga.
Share on Google Plus

About Anonim

0 komentar:

Posting Komentar